Merasa tidak terima, pihak keluarga akhirnya meminta peti jenazah AM dibuka dan akhirnya diketahui jika kondisi korban bukanlah meninggal akibat kelelahan melainkan korban penganiayaan.
“Sungguh sebagai ibu saya tidak kuat melihat kondisi mayat anak saya demikian begitu juga dengan keluarga. Amarah tak terbendung, kenapa laporan yang disampaikan berbeda dengan kenyataan yang diterima. Karena tidak sesuai, kami akhirnya menghubungi pihak forensik dan pihak rumah sakit sudah siap melakukan otopsi,” jelasnya.
Setelah didesak, pihak Gontor 1 yang mengantarkan jenazah AM, mengakui bahwa AM menjadi korban kekerasan. “Saya pun tidak bisa membendung rasa penyesalan saya telah menitipkan anak saya di sebuah pondok pesantren yang nota bene nomor satu di Indonesia,” ungkapnya.
Usai mendapatkan pengakuan dari pihak pondok pesantren, Soimah memutuskan untuk tidak jadi melakukan otopsi karena tidak ingin tubuh putranya harus dibedah untuk otopsi.
Sementara melalui keterangan resmi, pihak Ponpes Gontor melalui Juru bicaranya Noor Syahid, menyampaikan permohonan maaf sekaligus menyatakan dukacita atas wafatnya AM. Ponpes Gontor juga meminta maaf kepada orangtua dan keluarga korban bila dalam proses pengantaran jenazah dianggap tidak jelas dan terbuka
“Kami sangat menyesalkan terjadinya peristiwa yang berujung pada wafatnya almarhum. Dan sebagai pondok pesantren yang concern terhadap pendidikan karakter anak, tentu kita semua berharap agar peristiwa seperti ini tidak terjadi lagi di kemudian hari,” kata Noor Syahid, lewat keteranga tertulis.
Menurut Noor, pada hari yang sama ketika korban meninggal, Pihak Ponpes langsung mengeluarkan pelaku dari ponpes secara permanen dan langsung mengantarkan mereka kepada orangtua mereka masing-masing. Dan siap untuk mengikuti segala bentuk upaya penegakan hukum terkait peristiwa wafatnya almarhum AM.
Berita Lanjutan : Polisi pun Turun Tangan, Ini Kata Kapolres