Langit mendung masih saja membuat siang terasa sepi dan hujan turun kian deras. Sunarto sedari tadi tidak beranjak kemana-mana. Hanya terdiam di kasurnya. “Apa yang kau inginkan dariku sekarang? Kau sudah mengambil semuanya?” ujar Sunarto.
Semua berawal dari bisnis sate kambing yang dibuka oleh Sunarto hampir satu tahun lalu. Bermodalkan uang pensiun berkat pengabdiannya terhadap negara, tidak ada acara lain untuk menghabiskan hari tua dengan membuka usaha.
Sebuah tempat yang strategis untuk berjualan dan lokasinya juga tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya, sehingga ia bisa ke rumah seandainya memerlukan sesuatu. Semua ini dilakukan tentu untuk menghidupi seorang istri dan anaknya.
Berbisnis ternyata tidak semudah mengurusi berkas di kantornya dulu. Sudah seminggu ia membuka warung sate, tapi jumlah pelanggan yang beranjak bisa dihitung dengan menggunakan jari.
Sunarto bingung dengan keadaan warungnya. Ia mencoba berbagai cara pun hasilnya masih minim. Sunarto sama sekali tidak ingin usahanya gulung tikar karena kebangkrutan adalah pertanda bahwa ia sudah jatuh ke dalam jurang kemiskinan.
Akhirnya, pilihan yang buruk pun ia ambil. Sunarto memutuskan untuk pergi menemui ki Ageng, seorang dukun yang “katanya” mampu membuat seseorang menjadi lebih kaya.
“Jangan sampai kamu lepas pesugihan ini atau sesuatu yang buruk akan menimpa kamu,” ujar ki Ageng.
Sunarto pun harus ritual dengan memberikan ayam cemani dan kembang-kembang di setiap malam jumat kliwon.
Berita Lanjutan : Warung Langsung Laris Manis hingga Buka Cabang….Tapi….