Seiring dengan penyitaan KTP yang dilakukan oleh aparatur negara untuk menekan pelanggar protokol kesehatan dinilai tidak efektif, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Jatim, Dr Andriyanto menilai penyitaan KTP elektronik tidak akan memberi efek jera pada pelanggar protokol kesehatan.
Informasi yang dihimpun oleh suaramerahputih.com, KTP Elektronik selain menjadi identitas diri, namun juga menjadi salah satu syarat warga bersangkutan untuk bisa menerima bantuan sosial pendidikan, mendapatkan pelayanan perbankan, dan urusan-urusan lain yang mensyaratkannya.
Menurut Andriyanto, merupakan hal yang tidak bagus, apabila KTP elektronik diambil begitu saja dengan alasan melanggar protokol kesehatan.
Andriyanto mengatakan, kalau KTP disita masyarakat akan kesulitan dalam menuntut pelayanan publiknya, Selasa (2/2/2021).
“Kalau bisa tidak disita. Karena pada prinsipnya, KTP elektronik itu adalah kartu identitas penduduk yang secara konstitusi diatur undang-undang kependudukan. Fungsinya untuk mendapatkan pelayanan publik.” tuturnya.
Andriyanto mengakui, bahwa tidak ada larangan spesifik yang melarang penyitaan KTP elektronik, apalagi bila kebijakan itu sudah dilandasi sejumlah aturan seperti Peraturan Bupati, Wali Kota atau Peraturan Daerah.
Banyak alasan, kata Andriyanto, yang membuat masyarakat enggan mengambil KTP yang disita. Misalnya, tidak kuat membayar denda atau mungkin karena alasan ribet dan sebagainya.
“Maka dia akan mencoba datang ke Dukcapil untuk memperbarui KTP-nya, mungkin bisa dengan alasan hilang, yang notabene, InsyaAllah relatif mudah meminta surat kehilangan dari kepolisian,” ujarnya.
Disisi lain, apabila KTP itu disita lebih dari 7 hari itu akan menjadi masalah tersendiri bagi Satpol PP untuk menyimpan KTP masyarakat.
“Kalau yang punya dalam tujuh hari, itu mengambil tidak ada masalah. Tapi kalau lebih dari tujuh hari, bagaimana cara penyimpanan KTP yang merupakan hak konstitusional masyarakat ini?,”Katanya, “Itu akan menjadi persoalan tersendiri.” ujarnya.
“Tapi harus dipahami bahwa memberi sanksi pelanggar protokol kesehatan dengan menyita KTP itu perlu dipertimbangkan. Intinya, penyitaan KTP itu dalam dalam sistem pemerintahan secara utuh integral dari pusat boleh saya katakan inkonstitusional,” tambahnya.
“Memberi sanksi pelanggar protokol kesehatan dengan menyita KTP itu perlu dipertimbangkan”, kata Andriyanto, menurutnya sanksi sosial dengan meminta pelanggar protokol kesehatan membersihkan fasilitas umum kemudian di upload ke media sosial. lebih memberi efek jera daripada penyitaan KTP.
“Itu akan memberikan efek luar biasa, lho. Dia akan menjadi malu. Saya yakin itu. Wong kalau dia naik sepeda motor saja, kemudian plat nomornya dikeluarkan di media sosial itu saja sudah membuat dia malu. Itu sudah lebih dari cukup,” tambahnya. (mya/tim)
Redaksi : Suara Merah Putih
Sumber : Suara Surabaya (Naskah Asli)