“Maka kami dengan sangat terpaksa mengikuti permintaan tersebut, meskipun masih tidak paham dengan landasan hukum yang dipakai,” kata dia lagi.
Alasan protes Hary Tanoe Hary Tanoe beralasan, banyak pemirsa di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang kini tak lagi bisa mengakses saluran televisi akibat kebijakan tersebut.
“MNC Group menyadari, tindakan mematikan siaran dengan sistem analog ini sangat merugikan masyarakat Jabodetabek,” ucap Hary Tanoe.
Menurut dia, masih banyak masyarakat yang belum memiliki perangkat set top box (STB), terutama untuk masyarakat kalangan ekonomi menengah ke bawah. “Diperkirakan 60 persen masyarakat di Jabodetabek tidak bisa lagi menikmati siaran televisi secara analog, kecuali membeli set top box baru atau mengganti televisi digital atau berlangganan TV parabola,” kata dia lagi.
STB merupakan alat dekoder yang berfungsi mengkonversi sinyal digital menjadi gambar dan suara. Dengan STB, tayangan TV digital tetap bisa ditampilkan di televisi analog. Bahkan, Hary Tanoe bilang, kebijakan pemerintah memaksa stasiun televisi mematikan siaran analog dinilai cacat hukum.
Ia lalu menyinggung implementasi UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Menurut dia, apabila merujuk pada UU tersebut, seharusnya siaran TV analog dimatikan secara nasional secara serentak, bukan lagi hanya terbatas wilayah Jabodetabek. Terlebih, MNC Group mengaku selama ini belum sekali pun menerima surat resmi terkait instruksi pemerintah untuk mematikan siaran TV analog mereka.
“Tetapi sekali lagi dikarenakan adanya permintaan dariu Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Bapak Mahfuf MD, maka kami akan tunduk dan taat,” ucap Hary Tanoe.(tim/say)