Suwarti menceritakan semua bermula ketika ada pengangkatan CPNS dari honorer K1 dan K2.
Dia yang sudah 28 tahun menjadi honorer, kemudian lolos pengangkatan CPNS pada tahun 2014. Saat pemberkasan, dirinya menggunakan ijazah PGAA (pendidikan guru agama).
Kala itu, sebenarnya dirinya sudah merampungkan kuliah S1 seperti yang disarankan. Namun saat pemberkasan, ijazah S1 belum keluar sehingga ijazah yang dilampirkan adalah PGAA.
Dengan harapan, ketika nanti ijazah S1 keluar, bisa disusulkan untuk penyesuaian. Namun ketika ijazah keluar dan disusulkan, hingga akhir pengabdian ternyata penyesuaian ijazahnya dinyatakan belum bisa diproses tapi malah dikembalikan.
Saya lulus kuliah lulus tahun 2014 ijazah baru keluar Desember 2014. Waktu pemberkasan saya mendaftar Capeg pakai PGAA. Setelah SK CPNS keluar ada yang bilang ijazah sarjananya bisa disusulkan. Saya menghadap ke dinas katanya enggak bisa, dasarnya harus ganti S1. Padahal ijazah saya PGAA dan sudah linier juga,” urainya.
Karena persoalan ijazah itulah, dirinya kemudian dianggap tidak bisa diangkat PNS sebagai guru. Akan tetapi hanya sebagai tenaga pendidik.
Padahal dirinya sudah memiliki dapodik dan juga sudah lulus sertifikasi dan mendapat tunjangan sertifikasi pada tahun 2013.
Yang menyesakkan, dirinya diminta mengembalikan gaji 2 tahun pada usia 58 sampai 60 yang sudah ia terima.
Kemudian dirinya juga terancam tidak bisa mendapat tunjangan pensiun lantaran masa kerjanya sebagai PNS belum ada 5 tahun sebagai syarat mendapat pensiunan.
Sementara sebagai guru, harusnya masa kerjanya sampai 60 tahun dan maka masa kerjanya akan terhitung 7 tahun kurang 3 bulan sehingga syarat mendapat pensiun terpenuhi.
Sampai usia saya 60 tahun dan mendekati pensiun, saya enggak dikabari kalau pensiun saya 58 tahun. Harusnya kalau memang pensiun saya 58 tahun, setahun sebelumnya saya diberitahu ngurus MPP. Ini tidak, saya tetap bertugas dan gaji tetap masuk. Begitu usia 60 saya diberhentikan malah diminta mengembalikan gaji. Kalau memang masa kerja hanya 58 tahun kenapa saat usia saya 59 tahun saya ajukan berkas juga diterima,” terangnya.
Suwarti menyebut jika ditotal, dua tahun gajinya berkisar Rp 160 juta. Atas persoalan itu, dirinya merasa dirugikan sebab jika tetap dianggap masa kerja 58 tahun, dirinya kehilangan hak pensiun dan 2 tahun gaji.
Lantaran nasibnya terkatung-katung, dirinya kini meminta pendampingan dari anggota DPRD Sragen, Bambang Widjo Purwanto.
berharap persoalan yang menimpanya bisa diselesaikan dan dirinya tetap mendapat gaji 2 tahun dan jatah pensiunan.
“Kalau memang harus menggugat di PTUN, kami pun siap. Karena saya benar-benar mengajar sebagai guru selama 35 tahun dan ijazah saya juga guru,” tandasnya.
Hal ini dikarenakan imbas keteledoran dinas