Jakarta, — Siapa yang tidak mengenal Abdurrahman Wahid atau sosok yang akrab disapa Gus Dur? Beliau adalah presiden ke 4 RI, sekaligus salah satu tokoh yang pernah memimpin Nadhatul Ulama , salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia, namun tak banyak yang tahu bahwa perayaan Imlek di Indonesia tak lepas dari peran dia, iajuga diberi panggilan Bapak Tionghoa Indonesia.
Informasi yang dihimpun oleh suaramerahputih.com, saat menjabat sebagai Presiden RI, ia menerbitkan Inpres Nomor 6/2000 pada 17 Januari 2000 yang membuat etnis Tionghoa bebas menjalankan kepercayaan dan adat istiadatnya.
Kemudian pada 9 April 2001 Gus Dur meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional lewat Keppres Nomor 9 tahun 2001.
Di kawasan Pecinan Semarang, penghormatan terhadap Gus Dur pada tahun baru China atau Imlek ini diwujudkan dalam bentuk sinci atau papan arwah yang ditempatkan di Gedung Rasa Darma Kelurahan Kranggan Kecamatan Semarang Tengah.
Sinci Gus Dur dibuat oleh pembina Perkumpulan Boen Hian Tong, Harjanto Halim, pada awal Agustus 2014, yang sebelumnya meminta ijin kepada istri almarhum Gus Dur, Sinta Nuriyah.
Tepat pada 24 Agustus 2014, Sinci tersebut akhirnya diserahkan kembali oleh Sinta Nuriyah kepada Harjanto Halim untuk dipasang di tempat sembahyang Gedung Rasa Darma, berjejer dengan sinci para leluhur.
“Kami saat itu merasakan jasa pengabdian Gus Dur terhadap umat Tionghoa dan Agama lain di Indonesia sungguh luar biasa. Sepeninggal Gus Dur, kami ingin memberi penghormatan yang identik dengan tradisi kami. Akhirnya ketemu wujud Sinci, kemudian kita komunikasikan dengan Bu Sinta Nuriyah dan keluarga, dan akhirnya disetujui”, ungkap Harjanto di Gedung Rasa Darma, Kamis (11/2).
Seperti sinci pada biasanya, sinci Gus Dur juga terbuat dari kayu, hanya saja bagian atasnya berbentuk ornamen atap Masjid Agung Demak berjumlah tiga lapis dengan makna Iman, Islam dan Ikhsan.
Oleh Harjanto, bentuk tersebut merupakan masukan dari KH. Mustofa Bisri atau yang akrab disapa Gus Mus, yang merupakan sahabat Gus Dur.
Selain tulisan nama Abdurrahman Wahid, di sinci Gus Dur juga diberikan kalimat Cina bertulis “In hua zhibfu, Fu ruo guo shi”, yang berarti Bapak Tionghoa Indonesia.
“Sama terbuat dari kayu, hanya atasnya saja yang bentuknya atap Masjid Agung Demak. Itu masukan dari Gus Mus ke saya. Terus tulisan China yang artinya Bapak Tionghoa Indonesia”, kata Harjanto.
Di Gedung Rasa Darma, sinci Gus Dur ditempatkan di paling tengah di antara sinci lainnya. Setiap Imlek datang, sinci Gus Dur ikut disembahyangi dan diberi kalung bunga melati.
Menariknya, sejak ada sinci Gus Dur, rupa makanan sesaji di meja sembahyang depan sinci diubah oleh Harjanto. Unsur daging yang biasanya terdiri atas daging ayam, ikan dan babi, diganti menjadi daging ayam, ikan dan kambing.
“Makanan untuk sesaji persembahan kita ubah, karena ada sinci Gus Dur. Ya untuk menghormati karena Gus Dur kan muslim. Jadi babi kita ganti kambing”, terang Harjanto yang juga Ketua Komunitas Pecinta Untuk Pariwisata Semarang (Kopi Semawis).(Mya/tim)
Redaksi : Suara Merah Putih
Sumber. : CNN Indonesia (Naskah Berita Asli)