Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tiba-tiba membuat penyataan terkait monitoring dan melacak kasus potensial terkait penyebaran virus corona di Jakarta sejak Januari 2020. Sebelum Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama positif Covid-19 pada 2 Maret 2020.
Pernyataan ini disampaikan saat wawancara bersama media Australia The Age dan The Sydney Morning Herald. Anies mengaku, langkah antisipasi ini dilakukan setelah mendengar adanya virus baru di Wuhan, China yang waktu itu dikenal dengan pneumonia Wuhan.
Anies Baswedan berani blak-blakan tentang langkah yang dilakukan Pemprov DKI terkait pelacakan Covid-19 dan pendapatnya yang kerap berseberangan dengan pemerintah pusat.
Kata Anies, waktu itu pihaknya sudah mulai melakukan pertemuan dengan semua rumah sakit di DKI Jakarta untuk menginformasikan tentang apa yang saat itu disebut pneumonia Wuhan. “Saat itu, belum disebut Covid-19,” kata Anies dalam artikel The Sydney Morning Herald yang terbit pada 7 Mei 2020, seperti dikutip dari kompas.com.
Anies juga sudah berulang kali menyampaikan dalam rapat maupun konferensi pers dengan media nasional. Termasuk saat mengumumkan pemberhentian kegiatan belajar di sekolah pada 14 Maret 2020. Saat itu, dia menjelaskan bahwa pemprov DKI sudah melacak kasus Covid-19 sejak Januari 2020.
Anies kembali menyampaikan pernyataan serupa saat melakukan konferensi video dengan Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin, 2 April 2020. Dia menyampaikan langkah-langkah yang dilakukan Pemprov DKI untuk mengantisipasi kasus Covid-19 sejak awal Januari.
Saat berbincang dengan Deddy Corbuzier, yang diunggah di YouTube pada 27 Maret 2020. Anies menyampaikan itu saat Presiden mengumumkan ada dua kasus pertama covid-19.
Kata Anies, Dua kasus itu sebenarnya terjadinya di Jakarta. Hanya saja, KTP-nya adalah warga Depok, tapi interaksinya di Jakarta. “Itu adalah case yang sudah kami pantau,” ungkapnya.
Anie juga mengaku bingung dengan sikap pemerintah pusat. Sehingga langkah antisipasi yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta kerap berseberangan dengan sikap pemerintah pusat.
Anies mencontohkan mulai awal kasus, pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI saat itu menyatakan, belum ada temukan kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta pada periode Januari-Februari 2020. Padahal, kata Anis, saat itu, Pemprov DKI sudah memiliki data kasus Covid-19 di Jakarta.
Meski berbeda pandangan, Anies tetap meminta jajarannya melaporkan perkembangan kasus Covid-19 sejak periode Januari hingga Februari 2020 yang mengalami peningkatan.
“Pada bulan Januari dan Februari jumlahnya terus meningkat. Kemudian kami memutuskan, semua jajaran Pemprov DKI diberi kewenangan untuk menangani Covid-19 ini,” jelasnya.
Namun, lagi-lagi, pemerintah pusat tidak mengizinkan Pemprov DKI melakukan pengujian laboratorium terkait Covid-19. Kemenkes hanya mengizinkan Pemprov DKI mengirimkan sampel yang akan diuji di laboratorium nasional. “Jadi, setiap kali ada kasus, kami mengirimkan sampel ke laboratorium nasional,” tambahnya.
Perbedaan pendapat antara Pemprov DKI dengan pemerintah pusat ini pun terus berlanjut ketika Kemenkes mengumumkan kembali bahwa belum ditemukan adanya kasus Covid-19 di Jakarta. “Pada akhir Februari, kami pun bertanya-tanya mengapa negatif semua (hasilnya),” ujarnya.
Merasa tidak setuju dengan hasil Covid-19 yang diumumkan pemerintah pusat, kemudian Anies akhirnya memutuskan untuk mengumumkan sendiri hasil pemantauan Pemprov DKI kepada masyarakat.
Pernyataan secara terbuka Anies Baswedan ini pun langsung direspon Kemenkes RI yang tetap menyatakan tidak ada kasus Covid-19 di Jakarta.
Mengutip Kompas.com, pada 11 Februari 2020, Menkes Terawan Agus Putranto mengatakan bahwa belum adanya virus corona yang terdeteksi di Indonesia, jadi seharusnya tidak perlu dipertanyakan. “Kalau tidak, (tidak ada temuan virus corona) ya justru disyukuri, bukan dipertanyakan,” kata Terawan waktu itu.
Berdasarkan pengalaman dan perbedaan sikap tersebut, Anies pesimistis kurva Covid-19 di Indonesia telah menurun, seperti yang diklaim pemerintah pusat. Bahkan, Anies pesimis kehidupan bisa kembali normal pada Agustus 2020. “Mengapa saya tidak ingin membuat prediksi? Karena saya melihat data. Itu juga yang dikatakan para ahli epidemiologi,,” ungkapnya
Anies berharap, Kemenkes berani transparan menyampaikan data-data pasien positif Covid-19 di Indonesia agar masyarakat lebih waspada.
Anies juga menyampaikan, ketidakterbukaan data ini terlihat pada angka kematian Covid-19. Menurut Anies, angka kematian Covid-19 di Jakarta lebih tinggi dibandingkan angka kematian nasional yang dirilis pemerintah pusat selama ini.
Hal ini mengacu pada data pemakaman jenazah dengan protokol pasien Covid-19 yang terus mengalami kenaikan, hingga 4.300 pemakaman jenazah pada paruh kedua Maret 2020 dan 4.590 pemakaman jenazah pada April 2020 atau adanya kenaikan 1.500 kasus pemakaman dibanding bulan-bulan sebelum pandemi Covid-19. “Angka kematian serta kasus positif Covid-19 diperkirakan jauh lebih tinggi dibanding angka yang dirilis Kemenkes,” tandasnya.(tim/say)